Minggu, 28 November 2010

Manusia dan Penderitaan

A. Penderitaan
Jalaluddin Rumi berkisah:
Seorang Qazwin datang kepada tukang tato, “Rajahlah bagiku seekor singa yang garang. Leo bintangku. Gambarlah sebagus-bagusnya. Sebarkan warna biru di atasnya.”
“Di bagian mana saya harus merajah Anda?” tanya tukang tato.
“Rajahlah pada bahuku yang bidang. Biarkan nanti wajah singa menyeringai dari sana.”
Mulailah tukang tato menusukkan jarum-jarumnya. Rasa sakit mulai menjalar ke sekujur tubuhnya. Pahlawan kita menjerit kesakitan, “Kamu membunuhku. Makhluk apa yang sedang kamu lukis?”
“Seperti pesanan Anda, saya sedang melukis singa.”
“Maksudku, bagian tubuh singa yang mana?”
“Saya sedang melukis ekornya.”
“Hentikan, Kawan. Ekor singa itu hampir menghentikan napasku. Lukis saja singa tanpa ekor.”
Tak lama kemudian, tangan perajah mulai bermain lagi. Sekali lagi yang dirajah mengerang kesakitan. “Anggota badan singa yang mana yang sedang kamu lukis?”
Perajah segera menghentikan tusukan jarum. “Saya sedang melukis telinga singa.”
Orang Qazwin itu berteriak, “Biarkan singaku tanpa telinga. Pendekkan juga rumbai-rumbainya.”
Perajah meneruskan pekerjaannya. Dan kembali si Qazwin melolong kesakitan. “Apa yang sedang kamu buat?” tanya orang Qazwin itu.
“Saya sedang menggambar perut singa,” jawab perajah.
“Hentikan. Aku ingin singa yang tidak punya perut.”
Perajah tidak sabar lagi. Ia melemparkan jarum-jarumnya. “Tidak pernah ada orang seperti ini. Di mana ada singa tanpa ekor, tanpa kepala, dan tanpa perut? Tuhan pun tak menciptakan singa seperti itu.”
Dari kisah ini, Rumi tampaknya ingin menjelaskan sesuatu yang jamak pada diri manusia, bahwa setiap kita dipenuhi hasrat; hasrat ingin bahagia, dan lebih dari itu hasrat akan sebuah “kebanggaan”. Namun, selalu saja harus ada konsekuensi dari setiap keinginan manusia, ia harus menghadapi masalah untuk mencapai keinginan tersebut. Pada suatu waktu, masalah yang dihadapi itu akan terasa sebagai “penderitaan”.
Paling tidak, ada dua kelompok manusia ketika menghadapi masalah. Kelompok pertama, ketika ia mulai merasa “kesakitan” akibat masalah yang dihadapinya, ia segera memutuskan untuk berhenti dan melupakan keinginannya akan lukisan “singa yang garang” di dadanya. Kelompok kedua, ia mencoba sabar saat “kesakitan” mulai menjalar di sekujur tubuhnya, ia berkomitmen pada tujuan dan keinginannya, ia percaya bahwa “rasa sakit” ini pelan-pelan nanti ia akan terbiasa menghadapinya, sehingga boleh jadi “rasa sakit” itu akan terasa berkurang.
Hukum ini, sepertinya, telah menjadi hukum klausal. Jika menginginkan mobil, maka kita harus mencari uang untuk mendapatkan mobil tersebut, dan kita harus menghadapi penderitaan, kesakitan, penolakan, bahkah hinaan ketika mencari uang tersebut. Jika menginginkan surga di akhirat kelak, maka kita harus melakukan amal salih secara ritual dan sosial ketika hidup di dunia ini, meskipun konsekuensi dalam melakukan amal salih itu kadang kala akan terasa “menghentikan napas” kita.
Namun, “Sebelum awan menangis, mana mungkin taman bisa tersenyum. Sampai bayi menangis, mana mungkin air susu mulai mengalir. Bayi satu tahun saja tahu, “Aku akan menangis supaya perawat yang baik datang.” Tidakkah engkau tahu, bahwa Sang Perawat dari segala perawat tidak akan memberikan susu dengan gratis, tanpa tangisan”, ujar Rumi lagi.
Dari seberang sana, Khoo Kheng Hor, belasan tahun yang lalu berkata, “Selalu ada harga yang harus dibayar untuk sebuah kesuksesan.” Dan lebih jauh sebelum itu, Tuhan pun telah berfirman, “Maka sungguh sesudah penderitaan itu ada kebahagiaan.” Pernyataan itu pun diulang lagi dengan kalimat yang paling meyakinkan, “Sungguh, sesudah penderitaan itu ada kebahagiaan” (QS 94: 5-6).
Jika anda ingin bahagia, keinginan anda akan diuji dan perjuangan anda membutuhkan totalitas, sabarlah dalam melewati penderitaannya. Jika tidak begitu, maka singa yang ingin dilukis di dada anda akan menjadi singa tanpa ekor, tanpa perut, dan tanpa kepala.

Penderitaan termasuk realitas dunia dan manusia. Intensitas penderitaan manusia bertingkat-tingkat, ada yang berat dan ada juga yang ringan. Namun, peranan individu juga menentukan berat-tidaknya Intensitas penderitaan. Suatu perristiwa yang dianggap penderitaan oleh seseorang, belum tentu merupakan penderitaan bagi orang lain. Dapat pula suatu penderitaan merupakan energi untuk bangkit bagi seseorang, atau sebagai langkah awal untuk mencapai kenikmatan dan kebahagiaan.
Akibat penderitaan yang bermacam-macam. Ada yang mendapat hikmah besar dari suatu penderitaan, ada pula yang menyebabkan kegelapan dalam hidupnya. Oleh karena itu, penderitaan belum tentu tidak bermanfaat. Penderitaan juga dapat ‘menular’ dari seseorang kepada orang lain, apalagi kalau yang ditulari itu masih sanak saudara.
Mengenai penderitaan yang dapat memberikan hikmah, contoh yang gamblang dapat dapat dicatat disini adalah tokoh-tokoh filsafat eksistensialisme. Misalnya Kierkegaard (1813-1855), seorang filsuf Denmark, sebelum menjadi seorang filsuf besar, masa kecilnya penuh penderitaan. Penderitaan yang menimpanya, selain melankoli karena ayahnya yang pernah mengutuk Tuhan dan berbuat dosa melakukan hubungan badan sebelum menikah dengan ibunya, juga kematian delapan orang anggota keluarganya, termaksud ibunya, selama dua tahun berturut-turut. Peristiwa ini menimbulkan penderitaan yang mendalam bagi Soren Kierkegaard, dan ia menafsirkan peristiwa ini sebagai kutukan Tuhan akibat perbuatan ayahnya. Keadaan demikian, sebelum Kierkegaard muncul sebagai filsuf, menyebabkan dia mencari jalan membebaskan diri (kompensasi) dari cengkraman derita dengan jalan mabuk-mabukan. Karena derita yang tak kunjung padam, Kierkegaard mencoba mencari “hubungan” dengan Tuhannya, bersamaan dengan keterbukaan hati ayahnya dari melankoli. Akhirnya ia menemukan dirinya sebagai seorang filsuf eksistensial yang besar.
Penderitaan Nietzsche (1844-1900), seorang filsuf Prusia, dimulai sejak kecil, yaitu sering sakit, lemah, serta kematian ayahnya ketika ia masih kecil. Keadaan ini menyebabkan ia suka menyendiri, membaca dan merenung diantara kesunyian sehingga ia menjadi filsuf besar.
Lain lagi dengan filsuf Rusia yang bernama Berdijev (1874-1948). Sebelum dia menjadi filsuf, ibunya sakit-sakitan. Ia menjadi filsuf juga akibat menyaksikan masyarakatnya yang sangat menderita dan mengalami ketidakadilan.
Sama halnya dengan filsuf Sartre (1905-1980) yang lahir di Paris, Perancis. Sejak kecil fisiknya lemah, sensitif, sehingga dia menjadi cemoohan teman-teman sekolahnya. Penderitaanlah yang menyebabkan ia belajar keras sehingga menjadi filsuf yang besar.
Masih banyak contoh lainnya yang menunjukkan bahwa penderitaan tidak selamanya berpengaruh negatif dan merugikan, tetapi dapat merupakan energi pendorong untuk menciptakan manusia-manusia besar.
Contoh lain ialah penderitaan yang menimpa pemimpin besar umat Islam, yang terjadi pada diri Nabi Muhammad. Ayahnya wafat sejak Muhammad dua bulan di dalam kandungan ibunya. Kemudian, pada usia 6 tahun, ibunya wafat. Dari peristiwa ini dapat dibayangkan penderitaan yang menimpa Muhammad, sekaligus menjadi saksi sejarah sebelum ia menjadi pemimpin yang paling berhasil memimpin umatnya (versi Michael Hart dalam Seratus Tokoh Besar Dunia).

B. Penderitaan dan sebab-sebabnya
– Penderitaan yang timbul karena perbuatan buruk manusia
– Penderitaan yang timbul karena penyakit, siksaan/azab Tuhan
* Pengaruh penderitaan
– Sikap positif : sikap optimis mengatasi penderitaan hidup bahwa hidup bukan
*rangkaian penderitaan
– Sikap negatif : penyesalan karena tidak bahagia, sikap kecewa, putus asa, ingin
bunuh diri


C. Penderitaan dan Kenikmatan
Tujuan manusia yang paling populer adalah kenikmatan, sedangkan penderitaan adalah sesuatu yang selalu dihindari oleh manusia. Oleh karena itu, penderitaan harus dibedakan dengan kenikmatan, dan penderitaan itu sendiri sifatnya ada yang lama dan ada yang sementara. Hal ini berhubungan dengan penyebabnya. Macam-macam penderitaan menurut penyebabnya, antara lain: penderitaan karena alasan fisik, seperti bencana alam, penyakit dan kematian; penderitaan karena alasan moral, seperti kekecewaan dalam hidup, matinya seorang sahabat, kebencian orang lain, dan seterusnya. Semua ini menyangkut kehidupan duniawi dan tidak mungkin disingkirkan dari dunia dan dari kehidupan manusia.
Penderitaan dan kenikmatan muncul karena alasan “saya suka itu” atau “sesuatu itu menyakitkan”. Kenikmatan dirasakan apabila yang dirasakan sudah didapat, dan penderitaan dirasakan apabila sesuatu yang menyakitkan menimpa dirinya. Aliran yang ingin secara mutlak menghindari penderitaan adalah hedonisme, yaitu suatu pandangan bahwa kenikmatan itu merupakan tujuan satu-satunya dari kegiatan manusia, dan kunci menuju hidup baik. Penafsiran hedonisme ada dua macam, yaitu:
1. Hedonisme psikologis yang berpandangan bahwa semua tindakan diarahkan untuk mencapai kenikmatan dan menghindari penderitaan.
2. Hedonisme etis yang berpandangan bahwa semua tindakan ‘harus’ ditujukan kepada kenikmatan dan menghindari penderitaan.
Kritik terhadap hedonisme ialah bahwa tidak semua tindakan manusia hedonistis, bahkan banyak orang yang tampaknya merasa bersalah atas kenikmatan-kenikmatan mereka. Dan hal ini menyebabkan mereka mengalami penderitaan. Pandangan Hedonis psikologis ialah bahwa semua manusia dimotivasi oleh pengejaran kenikmatan dan penghindaran penderitaan. Mengejar kenikmatan sebenarnya tidak jelas, sebab ada kalanya orang menderita dalam rangka latihan-latihan atau menyertai apa yang ingin dicapai atau dikejarnya. Kritik Aristoteles ialah bahwa puncak etika bukan pada kenikmatan, melainkan pada kebahagiaan. Lebih lanjut ia mengatakan bahwa kenikmatan bukan tujuan akhir, melainkan hanya “pelengkap” tindakan. Berbeda dengan John Stuart Mill yang membela Hedonisme melalui jalan terhormat, utilitarisme yaitu membela kenikmatan sebagai kebaikan tertinggi. Suatu tindakan itu baik sejauh ia lebih “berguna” dalam pengertian ini, yaitu sejauh tindakan memaksimalkan kenikmatan dan meninimalkan penderitaan.


D. Penderitaan dan Kasihan
Kembali kepada masalah penderitaan, muncul Nietzsche yang memberontak terhadap pernyataan yang berbunyi: “Dalam menghadapi penderitaan itu, manusia merasa kasihan”. Menurut Nietzche, pernyataan ini tidak benar, penderiutaan itu adalah suatu kekurangan vitalitas. Selanjutnya ia berkata, “sesuatu yang vital dan kuat tidak menderita, oleh karenanya ia dapat hidup terus dan ikut mengembangkan kehidupan semesta alam. Orang kasihan adalah yang hilang vitaliatasnya, rapuh, busuk dan runtuh. Kasihan itu merugikan perkembangan hidup”. Sehingga dikatakannya bahwa kasihan adalah pengultusan penderitaan. Pernyataan Nietzsche ini ada kaitannya dengan latar belakang kehidupannya yang penuh penderitaan. Ia mencoba memberontak terhadap penderitaan sebagai realitas dunia, ia tidak menerima kenyataan. Seolah-olah ia berkata, penderitaan jangan masuk ke dalam hidup dunia. Oleh karena itu, kasihan yang tertuju kepada manusia harus ditolak, katanya.
Pandangan Nietzsche tidak dapat disetujui karena: pertama, di mana letak humanisnya dan aliran existensialisme. Kedua, bahwa penderitaan itu ada dalam hidup manusia dan dapat diatasi dengan sikap kasihan. Ketiga, tidak mungkin orang yang membantu penderita, menyingkir dan senang bila melihat orang yang menderita. Bila demikian, maka itu yang disebut sikap sadisme. Sikap yang wajar adalah menaruh kasihan terhadap sesama manusia dengan menolak penderitaan, yakni dengan berusaha sekuat tenaga untuk meringankan penderitaan, dan bila mungkin menghilangkannya.


E. Penderitaan dan Noda Dosa pada Hati Manusia
Penderitaan juga dapat timbul akibat noda dosa pada hati manusia (Al-Ghazali, abad ke 11). Menurut Al-Ghazali dalam kitabnya Ihyaa’ Ulumudin, orang yang suka iri hati, hasad, dengki akan menderita hukuman lahir-batin, akan merasa tidak puas dan tidak kenal berterima kasih. Padahal dunia tidak berkekurangan untuk orang-orang di segala zaman. Allah SWT telah memberi ilmu dan kekayaan atau kekuasaan-Nya, karena itu penderitaan-penderitaan lahir ataupun batin akan selalu menimpa orang-orang yang mempunyai sifat iri hati, hasad, dengki selama hidupnya sampai akhir kelak.
Untuk mengobati hati yang menderita ini, sebelumnya perlu diketahui tanda- tanda hati yang sedang gelisah (hati yang sakit). Perlu diketahui bahwa setiap anggota badan diciptakan untuk melakukan suatu pekerjaan. Apabila hati sakit maka ia tidak dapat melakukan pekerjaan dengan sempurna ia kacau dan gelisah. Ciri hati yang tidak dapat melakukan pekerjaan ialah apabila ia tidak dapat berilmu, berhikmah, bermakrifat, mencintai Allah dengan menyembah-Nya, merasa erat dan nikmat mengingat-Nya.
Sehubungan dengan pernyataan ciri-ciri yang menderita, Allah berfirman:
Aku tidak menciptakan jin dan manusia selain hanya untuk menyembah kepada-Ku”. (QS. 51: 56)
“Barangsiapa merasa mengerti sesuatu, tetapi tidak mengenal Allah, sesungguhnya orang tersebut tidak mengerti apa-apa. Barangsiapa mempunyai sesuatu yang dicintainya lebih daripada mencintai Allah, maka sesungguhnya hatinya sakit. “katakanlah, hai Muhammad, apabila orang tuamu, anakmu, saudaramu, istrimu, handai tolanmu, harta bendamu yang engkau tumpuk dalam simpanan serta barang dagangan yang yang engkau khawatirkan ruginya dan rumah tempat tinggal yang kamu senangi itu lebih kamu cinta daripada Allah dan Rasul-Nya serta berjuang di jalan Allah, maka tunggulah sampai perintah Allah datang”. (QS. 9: 24).
Hal lain yang menimbulkan derita terhadap seseorang adalah merasakan suatu keinginan atau dorongan yang tidak dapat diterima atau menimbulkan keresahan, gelisah, atau derita. Maka ia pun berusaha menjauhkan diri dari lingkup kesadaran atau perasaannya. Akhirnya, keinginan atau dorongan itu tertahan dalam alam bawah sadar. Namun, sering orang itu mengekspresikan keinginan atau dorongan itu secara tidak sadar atau dengan ucapan yang keliru. Atau, apakah orang-orang yang ada penyakit dalam hatinya mengira bahwa Allah tidak akan menampakkan kedengkian mereka?
Dan kalau Kami mengkhendaki, niscaya Kami tunjukkan mereka kepadamu, sehingga kamu dapat benar-benar mengenal mereka dengan tanda-tandanya, tetapi kamu mengenal mereka dari bicara mereka, dan Allah mengetahui perbuatan-perbuatan kamu”. (QS. 47: 29-30).
Demikianlah Al-Quran telah mengisyaratkan tentang adanya ciri-ciri orang yang tidak sadar (menderita) lewat kata-kata yang keliru, sejak 14 abat yang lalu sebelum dikemukakan oleh Freud, penemu teori psikoanalisis. Bahkan sebuah hadist mengatakan:
“Tak seorang pun yang menyembunyikan suatu rahasia kecuali jika Allah akan memberinya penutup. Apabila penutup itu baik, maka rahasia itu baik, dan apabila penutup itu buruk maka buruk pula rahasia itu”. (Tafsir Ibn Katsir, Vol. 4 hal. 180).
Obat supaya hati sehat di firmankan Allah sebagai berikut:
“Kecuali orang yang datang ke hadirat Allah SWT dengan hati yang suci”. (QS. 26: 89 ).
Jadi, mengenal atau makrifat kepada Allah yang membawa semangat taat kepada Allah SWT dengan cara menentang hawa nafsu, merupakan obat untuk menyembuhkan penyakit dalam hati (menderita gelisah) (Al-Ghazali, abad ke-11).


F. Penderitaan dan Perjuangan
Setiap manusia pasti mengalami penderitaan, baik berat maupun ringan.Penderitaan adalah bagian kehidupan manusia yang bersifat kodrati.Oleh karena itu terserah kepada manusia itu sendiri untuk berusaha mengurangi penderitaan tersebut atau menghindari atau menghilangkan sama sekali.
Penderitaan dikatakan sebagai kodrat manusia,artinya sudah menjadi konsekuensi manusia hidup bahwa manusia hidup di tgakdirkan bukan hanya untuk bahagia melainkan juga merasakan menderita.Karena itu manusia itu tidak boleh pesimis yang menganggap hidup sebagai rangkaian penderitaan.Manusia harus optimis,ia harus berusaha mengatasi kesulitan hidup
Pembebasan dari penderitaan pada hakekatnya meneruskan kelangsungan hidup.Caranya ialah berjuang menghadapi tantangan hidup dalam alam lingkungan,masyarakat dengan waspada dan di iringi berdoa kepada Allah SWT agar terhindar dari bahaya dan malapetaka.


G. Siksaan
Siksaan dapat di artikan sebagai siksaan badan atau jasmana dan dapat juga berupa siksaan jiwa atao rohani.Akibat dari siksaan yang di Alami seseorang maka timbulah penderitaan.Di dalam Kitab suci di terangkan jenis dan ancaman siksaan yang di alami manusia di dunia dan di akhirat nantinya yaitu siksaan bagi mereka orang orang musrik,syirik,dengki,memfitnah,mencuri dan hal-hal lainya di dalam Al-Quran surat Al-ankabuut ayat 40 menggambarkan :
“Masing masing bangsa itu kami siksa dengan ancaman siksaan , karena dosa dosanya.Ada di antaranya kami hujani dengan batu batu kecil seperti kaum aad,ada yang di siksa dengan halilintar bergemuruh dahsyat seperti kaum tasmud dan ada pula yang di benamkan ke dalam tanah seperti qorun dan ada pula yang kami tenggelamkan seperti kaum nuh dan sekali kali Allah tidak hendak menganiaya mereka tetapi merekalah yang menganaiaya diri mereka sendiri”
Beberapa siksaan yang berupa siksaan piskis atau jiwa misalnya seperti :
- Kebimbangan
Kebimbangan di alami seseorang bila apada suatu saat tidak dapat menentukan pilihan mana yang di ambil.bagi orang yang lemah berfikirnya masalah kebimbangan akan di alami sehingga siksaan itu berkepanjangan.Tetapi bagi orang yang kuat berfikirnya ia akan cepat mengambil suatu keputusan,sehingga kebimbangan akan cepat dapat di atasi.
-Kesepian
Kespian di alami oleh seseorang merupakan rasa sepi dalam dirinya sendiri atau jiwanya walaupun ia berada di lingkunan orang ramai kesepian seperti ini tidak sama dengan seseorang yang tinggal di tempat yang sepi dan jauh dari keramaian tempat mereka mungkin sepi tetapi mungkin hati mereka tidak sepi kesepian merupakan salah satu wujud dari siksaan yang dapat di alami seseorang.seperti jhalnya kebimbangan kesepian juga perlu di atasi seperti mencari kawan untuk berkomunikasi karena manusi juga sebagai homosipius atau makhluk sosial ,kesepian juga dapat di atasi deng mendekatan spiritual atau dengan mengisi waktunya dengan kesbukan sehingga kesepian tidak dapat memperoleh tempat dan waktu dalam dirinya.
-Ketakutan
Ketakutan merupakan bentuk lain dari yang dapat menybabkan seseorang mengalami siksaan batin.bila rasa takut tersebut di besar besarkan yan tidak pada tempatnya mak dapat di sebut sebagai phobia.pada umumnya manusia memiliki satu atrau lebih phobia ringan seperti takut pada tikus , ular dan lain sebagainya tetapi pada sebagian orang ketakutan tersebut sedemikian hebatnya sehingga dapat menggangu , baberapa orang merasa ketakutan antara lain :

- Ketakutan yang disebabkan terhadap ruangan tertutup atau dengan kata lain di sebut Cloustrophobia dan ketakutan yang di sebabkan seseorang berada di tempat terbuka dengan akata lalin di sebut agoraphobia
- Gamang merupakan rasa takut yang di sebabkan bila seseorang berada di tempat yang tinggi
- Ketakutan yang di sebabkan bila seseorang berada di tempat gelap sebab dalam pikiranya dalam kegelapan akan muncul sesutu yang di takutinya,orang yang demikian menghendaki agar ruangan tempat tidurnya selalu di nyalakan lampu agar terang
- Rasa takut terhadap rasa sakit seperti pada orang yang ingin di suntk sudah berteriak teriak ketakutan sebelum jarum suntik tersebut di tusukan ke bagian tubuhnya hal itu di sebabkan karena dalam pikiranya semuanya akan menimbulkan rasa sakit.
- Ketakutan pada kegagalan merupakan ketakutan pada seseorang yang di sebabkan bahwa apa yang di jalani pasti akan mengalami kegagalan. 
Sumber: 
http://www.sudeska.net/2010/11/24/tentang-penderitaan/
http://arisudaryatno.blogspot.com/2010/04/manusia-dan-penderitaan.html
http://exalute.wordpress.com/2009/03/29/manusia-dan-penderitaan/
http://andhikaarya.wordpress.com/2010/04/02/manusia-dan-penderitaan/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar